Vespa Kongo

Vespa Kongo

         Vespa Kongo adalah vespa penghargaan dari pemerintah Indonesia kepada kontingen Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia yang bertugas di Kongo saat itu. Pasukan bernama Kontingen Garuda (disingkat KONGA atau Pasukan Garuda) yang turut diperhitungkan di dunia dibandingkan pasukan perdamaian negara lain itu adalah pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di negara lain. 


     Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957. Awalnya, saat Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Mesir langsung mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Arab dan merupakan negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia dengan datang langsung ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta. Untuk membalas budi Mesir dan Liga Arab, Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada 1956 dan Irak pada April 1960.
       Pada 1956 itu, ketika Majelis Umum PBB memutuskan menarik mundur pasukan Inggris, Prancis dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I. 

        KONGA II dikirim ke Kongo pada 1960 di bawah misi UNOC dengan jumlah pasukan 1.074 orang, bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961.

         KONGA III dikirim ke Kongo pada 1962 di bawah misi UNOC dengan jumlah pasukan 3.457 orang, terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur, bertugas hingga akhir 1963. Menpangad Letjen TNI Ahmad Yani pernah berkunjung ke Markas Pasukan PBB di Kongo (ketika itu bernama Zaire) pada tanggal 19 Mei 1963. 
Setelah menyelesaikan tugas perdamaian yang berat, Pasukan Garuda menerima tanda penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia berupa Vespa (sumber lain mengatakan ada juga penghargaan berbentuk uang dan beberapa peti jarum jahit). Di pasaran diketahui adanya vespa Kongo tahun 1963 untuk kontingen 2 dan 3. Kurang diketahui apakah kontingen 1 juga mendapatkannya, karena informasi semacam ini tidak mudah didapat. Yang menarik dan tidak diketahui banyak orang, pemberian vespa tersebut tidak terlepas dari tradisi dalam dunia kemiliteran dalam hal kepangkatan. Vespa berwarna hijau 150cc ditujukan bagi tentara yang lebih tinggi tingkat kepangkatannya, disusul vespa berwarna kuning dan biru 125cc untuk tingkat kepangkatan yang lebih rendah.
Selain itu guna membedakan vespa tersebut dari vespa lain yang satu tipe, disematkan tanda nomor prajurit yang bersangkutan pada sisi sebelah kiri handlebar (stang) yang berbentuk oval terbuat dari bahan kuningan serta sebuah piagam penghargaan yang menyertainya. Maka berseliweranlah vespa-vespa tersebut di jalan-jalan sehingga vespa dengan pantat bulat tersebut dikenal sebagian masyarakat sebagai vespa Kongo, sementara sebagian lain justru menyamaratakan dengan nama vespa ndog (telur) karena bagian samping kanan kirinya bulat mirip telur.

         Vespa Congo tidak diproduksi di Italia melainkan di Jerman. Dengan berbahan baku plat baja yang lebih keras daripada Vespa bulat umumnya, vespa ini memiliki tingkat kelengkapan yang lebih daripada vespa buatan Italia yang umum beredar di Indonesia (VBB1T maupun VBB2T).
Jacob Oswald Hoffmann adalah orang Jerman yang berjasa memasukkan vespa ke Jerman. Kerjasama vespa dengan Hoffmann putus awal tahun 1955 karena Hoffmann mendesain model sport sendiri. Kemudian vespa bekerjasama dengan Messerschmitt Co. yang kemudian mengeluarkan produksi vespa pertamanya pada tahun 1955 itu juga. Mereka mengeluarkan dua model yaitu Vespa GS yang di Indonesia sering disebut sebagai GS versi Jerman dan 150 Touren. Mereka juga menyediakan purna jual dan service serta spare part bagi Vespa produksi Hoffmann. Kerjasama ini berlanjut hingga akhir tahun 1957. Vespa GmbH Augsburg kemudian berdiri pada tahun 1958 sebagai sebuah perusahaan patungan antara Piaggio dan Martial Fane Organisation, kongsi ini kemudian juga menyediakan beberapa bagian bagi Vespa Messerschmitt. Saat kerjasama dengan Augsburg inilah Vespa Congo diorder untuk Indonesia.

       Kedua model yang dibuat saat berkongsi dengan Messerchmitt (150 Touren dan GS) kemudian dikembangkan dengan beberapa modifikasi. Selain itu Vespa GmbH Augsburg juga melahirkan Vespa 125 cc yang pertama kali diperkenalkan dalam tahun 1958. Produksi berlanjut hingga tahun 1963, yang merupakan saat puncak perubahan skuter dan diproduksinya yang sudah tidak terlalu banyak. Selanjutnya, Jerman memilih hanya mengimpor Vespa langsung dari Itali.

     Seperti telah kita sama-sama ketahui, perang yang berkecambuk di benua Afrika dalam dekade 1960an memberikan dampak yang irasional terhadap popularitas Vespa khususnya di tanah air tercinta ini.  Sebagai bagian dari kepedulian Bangsa Indonesia terhadap perdamaian dunia, maka setelah berakhirnya Perang Congo (negara ini beberapa kali berganti nama Congo, Zaire, Congo) tanggal 31 Juli 1960 PBB mendaulat Republik Indonesia untuk mengirimkan pasukannya guna menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian di Negara Congo.  Wujud kepedulian yang tinggi atas perdamain di muka bumi, Bangsa Indonesia mengutus pasukan terbaiknya ke Congo dengan sandi Pasukan Garuda Indonesia melalui beberapa kali pendaratan.

   Setelah tugas sebagai pasukan penjaga perdamaian diselesaikan, Pasukan Garuda Indonesia menerima tanda penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia, dimana salah satunya berupa Vespa (dari beberapa sumber mengatakan bahwa dalam pemberian itu juga ada yang berbentuk uang dan beberapa peti jarum jahit).  Terlihat disini Vespa sesungguhnya telah mengikat kita (para scooteris) dengan bangsa kita dalam kancah internasional, walaupun tidak pernah tertulis dalam tinta emas sejarah republik ini.

     Menarik disimak bahwa penghargaan Vespa tersebut juga tidak terlepas dari tradisi dalam dunia kemiliteran.  Beberapa sumber mengatakan bahwa untuk Vespa yang berwarna hijau 150cc ditujukan bagi tentara yang lebih tinggi tingkat kepangkatannya, sementara yang berwarna kuning dan biru 125cc untuk tingkat kepangkatan yang lebih rendah.  Selain itu guna melengkapi jati diri atas Vespa dimaksuk juga disematkan tanda nomor prajurit yang bersangkutan, pada sisi sebelah kiri handlebar (stang) yang berbentuk oval terbuat dari bahan kuningan serta sebuah piagam penghargan yang menyertainya.

   Setelah itu maka pada tahun-tahun tersebut ramailah Vespa dengan sebutan Vespa Congo berseliweran di jalan-jalan, sebuah Vespa baru yang menambah tipe Vespa sebelumnya telah hadir.  Kondisi ini ternyata juga memberikan dampak positif bagi penjualan Vespa di tanah air saat itu.
Vespa Congo yang berbentuk bulat telah memberikan konstribusi berupa iklan gratis bagi importir Vespa di Indonesia.  Perkembangan ini kemudian menimbulkan semacan stigma disini bahwa Vespa yang berbentuk bulat ya Vespa congo.

    Jadi jangan heran apabila saat ini generasi sebelum kita menyebut Vespa bulat dengan sebutan Vespa Congo, walaupun Vespa yang dimaksud sesungguhnya adalah Vespa keluaran tahun 1962 atau Vespa keluaran tahun 1965. Seiring dengan perjalanan waktu maka mulailah sebuah evolusi kepunahan atas Vespa Congo di tanah air terjadi.  Banyak sebab yang menjadikan hal tersebut terjadi, seperti telah dijualnya Vespa dimaksud oleh pemilik aslinya atau ada beberapa bagian yang rusak berat sehingga sangat sulit untuk diperbaiki.  Hal ini mengingat terbatasnya jumlah Vespa jenis tersebut yang disebabkan keberadaanya juga sangat signifikan dengan jumlah tentara kita yang menerimanya.
walaupun penulis pernah menemui Vespa jenis tersebut yang bukan milik Pasukan Garuda Indonesia (sepertinya pernah juga Vespa jenis tersebut masuk ke Indonesia melalui importir Vespa waktu itu), namun tetap saja pasokan akan suku cadang maupun hal-hal lain yang menyertainya, seperti spakbor depan atau speedo meternya sangat minim tersedia.  Tidak demikian halnya dengan Vespa jenis lain yang masih banyak diproduksi walaupun oleh rumah produksi lokal.

     Dengan kondisi tersebut diatas maka Vespa Congo mulai masuk daftar sebagai salah satu The Most Wanted Vespa in Indonesia, yang dijadikan tunggangan scooteris maupun sebagai barang koleksi bagi kolektor Vespa.  Salah satu keunikan Vespa Congo adalah Vespa jenis tersebut tidak diproduksi oleh Italy melainkan oleh German.  Dengan berbahan baku plat baja yang lebih keras daripada Vespa bulat umumnya, Vespa Congo memiliki tingkat kelengkapan lebih daripada Vespa made in Italy yang umum beredar di Indonesia (VBB1T maupun VBB2T). 

Vespa Congo adalah bukti penetrasi scooter produk Italy yang merambah dunia.  Untuk dapat mengetahui hal ini dapat dimulai dari perkembangan Vespa di German.
 
     Jacob Oswald Hoffmann adalah pemilik pabrik sepada di Lintorf, sebuah kota yang terletak di Utara Dusseldorf.  Dia membangun sendiri pabrik tersebut dengan membeli sebidang tanah yang diatasnya telah berdiri beberapa gedung bekas pabrik pacul/cangkul setelah berakhirnya perang.  Suatu ketika peda awal 1949 ia mendapati beberapa foto Vespa hasil jepretan wartawan berada diatas meja kerjanya.  Dari sini ada perbedaan yang fundamental, kemudian Hoffman mencari tahu lebih banyak mengenai objek foto tersebut.

      Kesempatan datang saat di Frankfurt Show, dimana Hoffmann dan Vespa bertemu langsung untuk pertama kalinya.  Dari sana kemudian Hoffmann berkeinginan membangun pabrik Vespa di Lintorf.  Ia kemudian mengajukan kepada Piaggio untuk diberikan lisensi membangun Vespa bagi pasar German.

    Piaggio sangat mendukung permintan Hoffmann tersebut.  Mereka kemudian melihat secara langsung kemungkinan akan pasar Vespa di German dan mendapatkan bahwa Vespa dapat diterima oleh pasar German.  Langkah berikutnya adalah mereka mengadakan pendekatan kepada beberapa importir, akan tetapi para importir tersebut tidak ada yang berminat.  Penundaan ini diminimalisir dengan mempercepat penandatanganan kesepakatan kerjasama diantara keduanya, dan mulailah Hoffmann sebagai pemilik lisensi utama atas produk Vespa untuk seluruh German Barat juga sebagai pasar Vespa di bagian Utara negara tersebut dan berhak atas export ke Belanda, Belgia serta Denmark.  Pertanggung jawaban penjualan untuk wilayan bagian Selatan negara tersebut ditangani oleh Vespa Marketing GmbH di Frankfurt.

   Vespa ternyata cepat populer di German, media massa mengangkatnya sebagai produk yang inovatif dan stylis serta memuji Piaggio atas ciptaannya berupa kendaraan transportasi roda dua yang sangat menarik.  Tahun 1953, pabrik Hoffmann telah memproduksi lebih dari 400 unit Vespa setiap minggunya.  Akan tetapi memasuki tahun-tahun berikutnya angka produksi menurun hingga setengahnya.  Dalam kondisi perekonomian German yang tidak menguntungkan tersebut, Hoffmann percaya akan jalan keluarnya yaitu tetap pada jalur kompetisi dan ia menciptakan Vespa dengan performa yang lebih bagus.

    Kemudian ia menciptakan Vespa dengan sebutan model Konigin yang terlihat gagah dengan ditambahkan sentuhan chromm serta lampu depan dan lain sebagainya.  Biaya pengembangan Konigin ternyata sangat mahal, dan membahayakan kondisi keuangan Hoffmann.  Pembuatan scooter jenis baru lainnya juga menjadikan kerjasama antara Hoffmann dengan Piaggio terputus, memasuki awal tahun 1955 kongsi keduanya bubar.

     Piaggio kemudian menjalin hubungan dengan Messerschmitt Co. yang kemudian mengeluarkan produksi Vespa pertamya di tahun 1955.  Mereka mengeluarkan dua model yaitu 150 Touren dan GS yang diklaim lebih dahsyat. Mereka juga menyediakan purna jual dan service serta spare part bagi Vespa produksi Hoffmann.  Kerjasama ini berlanjut hingga akhir tahun 1957.

Setelah itu berdirilah Vespa GmbH Augsburg, perusahaan patungan antara Piaggio dan Martial Fane Organisation, kongsi ini kemudian juga menyediakan beberapa bagian bagi Vespa Messerschmitt.

    Kedua model yang dibuat saat kongsian dengan Messerchmitt (150 Touren dan GS) kemudian dikembangkan dengan beberapa modifikasi.  Selain itu Vespa GmbH Augsburg juga melahirkan Vespa 125 cc yang pertama kali diperkenalkan dalam tahun 1958.  Produksi berlanjut hingga tahun 1963, yang merupakan saat puncak perubahan scooter dan diproduksinya yang sudah tidak terlalu banyak.  Pada kelanjutannya German kemudian mengimpor Vespa langsung dari Italy.
Dari uraian tersebut diatas dimanakah saudara kandung Vespa Congi kita sebenarnya? Ada beberapa hal yang patut diperhatikan disini, yaitu, pertama dari sisi tahun kerjasama antara Piaggio dengan beberapa perusahaan di German dan kedua dari sisi tahun serta nomor produksi yang menyertai Vespa Congo itu serndiri.  Dari penelusuran penulis terhadap beberapa Vespa Congo yang ada berdasarkan tahun keluaran dalam BPKB adalah tahun 1958 hingga 1963, hal ini sangat sinkron apabila dikaitkan dengan selesainya tugas Pasukan Garuda Indonesia saat menjadi pasukan penjaga perdamaian di Congo.  Untuk kurun waktu tersebut maka kerjasama antara Piaggio dengan Hoffmann tidak masuk hitungan.  Hal ini disebabkan kongsian keduanya bubar di tahun 1955 dan produk dari kerjasama kedua berbentuk Vespa dengan model stang sepeda dan menggunakan Fender Light.  Kerjasama kedua Piaggio di German bersama Messerschmitt.  Dari kerjasama inilah keluar produk Vespa GS yang sering disebut di Indonesia GS versi German dan 150 Touren yang merupakan cikal bakal Vespa Congo kita, akan tetapi kongsian itupun tidak bertahan lama karena di tahun 1957 mereka bubar.  Namun pengembangan GS dan 150 Touren terus berlanjut, saat Piaggio kerjasama dengan Martial Fane Organization dengan mendirikan Vespa GmbH Ausgsburg 1958, dari kerjasama inilah kemudian lahir apa yang kita sebut sebagai Vespa Congo.

Ciri khas Vespa Congo :
1. Spakboard bulat tidak ada sambungannya seperti vespa umumnya.
2. Ring (pelek/teromol) 10 inchi.
3. Punya tonjolan seperti tombol/saklar di sambungan koplingnya (posisi setang sebelah kiri).
4. Spidometer kotak & agak besar (berbeda dengan spidometer VNA/VNB).
5. Ada lambang garuda di body depan sebelah kiri (sekarang jarang yang ada).
6. Di atas spidometer ada lampu kecil seperti lampu cabe.
7. Nomor mesin diawali dengan kode VGLB.
8. Pada BPKB tercantum tulisan ex Brigade Garuda III.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »